Selasa, 16 Oktober 2018

pasar pujasera yang tak terawat lagi

Kondisi Pasar Pujasera (Pusat Jajanan Serba Ada) di Jalan Arifin Achmad sangat memprihatinkan. Pujasera yang pernah di kelola Pemko Pekanbaru itu kini dalam kondisi rusak berat dan tidak terawat. Dari pantauan di lokasi, sejumlah struktur bangunan utama terlihat sudah banyak yang keropos dan mengalami kerusakan.  

Disekeliling bangunan juga dipenuhi semak dan rumput liar yang membuat kondisi kawasan yang dulu bakal dijadikan pusat kuliner ini sangat memprihatinkan.Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Riau Syahrial Abdi mengatakan, Pujasera Arifin Achmad secara administrasi memang milik Pemprov Riau, termasuk aset bangunan yang berada diatasnya.  

Kemudian, lanjut Syahrial, dalam pencatatan asetnya Pujasera itu masuk di Sekretariat Daerah yang sebelumnya pernah dipinjam pakai ke Pemko Pekanbaru. "Tapi dalam waktu berjalan. Karena dalam pinjam pakai aset itu ada jangka waktu tertentu, maka ada proses perpanjangan pinjam pakai. Jadi itu yang perlu didudukan saat ini, agar tidak menyalahi aturan," terangnya. 

Karena itu, mantan Pj Bupati Kampar ini menegaskan saat ini Pujasera masih dikelola oleh Pemko Pekanbaru karena statusnya masih pinjam pakai ke Pemko Pekanbaru."Tentu perpanjangan itu yang harus didudukan. Apakah akan terus diperpanjang pinjam pakainya. Kalau dulu ada terhambat prosedur, kedepan kita perbaiki untuk menertibkan pinjam pakainya," ujarnya. 

Lebih lanjut dikatakan Syahrial, pada prinsipnya pada kontrak kerjasama tentu ada kesepakatan. Namun yang penting bagi Pemprov Riau bagaimana aset itu dapat dimanfaatkan lebih baik oleh Pemko Pekanbaru."Karena kontraknya antara pemerintah dengan pemerintah, tentu sifatnya tidak bisnis. Yang penting bisa dimanfaatkan untuk pelayanan dan fasilitas umum bagi masyarakat. Makanya kita dorong terus agar aset itu bisa dimanfaatkan," tukasnya

Maklum sudah lama tidak difungsikan lagi oleh Pemerintah Kota Pekanbaru.Sebelumnya Pujasera ini awalnya sempat menjadi pusat jajanan masyarakat, namun berubah menjadi tempat nongkrong wanita tuna susila dan sempat dijadikan pasar khusus Oleh-oleh namun tidak berkembang.

Saat ini Pujasera tanpa ada aktivitas dan bahkan dijadikan sejumlah pihak terutama anak muda untuk tempat mesum dan tempat Gelandang dan pengemis lainnya."Banyak anak - anak kalau mojok di dalam itu, kasihan Pujasera ini padahal dimanfaatkan bagus untuk masyarakat, "ujar Rahmat seorang warga yang tinggal di Jalan Arifin Achmad dekat Pujasera tersebut.

Menanggapi kondisi tersebut Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Riau Syahrial Abdi menjelaskan secara administrasi lahan Pujasera adalah milik Pemprov dan pencatatan aset di Setdaprov namun dilakukan Pinjam pakai ke Pemko Pekanbaru."Sebagaimana awal tujuan pinjam pakai ke Pemko adalah untuk dimanfaatkan bagi kepentingan masyarakat, "ujar Syahrial Abdi.


Terimakasih sudah mengunjungi blog kami
dan jangan lupa kunjungi juga channel youtube kami 
https://youtu.be/G0eq_d1tRv4
jangan lupa like dan subscribe!!

Terimakasih....

Kamis, 04 Oktober 2018

Rumah Singgah Tuan Qadi



Rumah Singgah Tuan Qadi – Hunian Rumah Cantik di Tepi Sungai Siak Kampung Bandar Senapelan Pekanbaru

Rumah Tuan Qadhi awalnya dibangun oleh H. Nurdin Putih seorang saudagar yang terkenal di Senapelan, sekitar tahun 1895. Fatimah binti Nurdin Putih, salah seorang anak perempuan beliau, menikah dengan Zakaria bin H Abdul Muthaiib, seorang pemuda dari Labuhan Bilik Panai, Sumatera Timur. Selanjutnya rumah ini diserahkan kepada mereka dan mertuanya pindah ke rumah yang baru

Rumah kayu ini tetap menjadi persinggahan Sultan Syarif Qasim II ketika turun dari Kapal Kato ketika bermalam di Senapeian usai melakukan perjalanan menyusuri wilayah pedalaman Kerajaan Siak di hulu Sungai Siak.

Semasa pemerintahan Sultan Syarif Qasim ll, H. Zakaria bin H. Abdul Muthalib dipercaya sebagai Ketua Kerapatan Syariah Kerajaan Siak Sri Indrapura bergelar Qadhi, berkedudukan di ibukota Kerajaan Siak dan bertugas mendamping Sultan Siak sebagai “tolan masyarakat terakah pusaka hukum Allah” seperti yang tertuang dalam Bab al Qawa'id (Kitab Segala Pegangan) sebuah pranata hukum Kerajaan Siak Sri lndrapura.

Tuan Qadhi H. Zakaria wafat di Siak dan dimakamkan di dalam kawasan Makam Koto Tinggi, Kampung Dalam Siak Sri Indrapura. Seiring perjalanan waktu, Rumah Singgah Sultan Siak ini tidak terdengar lagi kebesarannya. Apalagi sejak rumah ini telah dibeli oleh Iskandar bin Ahmad (Atan Gope), seorang pengusaha besi tua, pada tahun 1994. Berkat amanah ibunda Atan Gope, bangunan rumah tua tersebut tetap dipertahankan dan hanya berubah fungsi menjadi gudang penyimpanan besi tua hingga pembebasan lahan tahun 2010.

Pada tahun 2011, Aliansi Masyarakat Pelestari Warisan Pusaka Melayu Riau (dulunya bernama Resam Pelestarian Budaya Bandar Senapelan atau Bandar Senapelan Heritage) melaporkan hasil temuan rumah kayu yang perlu diselamatkan kepada pihak Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Batusangkar (sekarang Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan).

Pada tahun 2012, BPCB Batusangkar menindaklanjuti dengan menurunkan Tim Arkeolog BPCB untuk, melakukan pendataan satu persatu di lapangan, menerbitkan laporan koordinasi tentang “Pengelolaan Kawasan Bandar Senapelan, Identifikasi Awal & Aplikasi Konsep Manajemen Sumber Daya Budaya pada Warisan Budaya Kawasan Perkotaan di Kota Pekanbaru” dan melakukan audensi langsung di depan Walikota Pekanbaru.

Pada tahun 2014 Dinas Kebudayaan dan PariWisata Kota Pekanbaru bekerjasama dengan BPCB Batusangkar melakukan kegiatan konservasi terhadap rumah ini dan menjadikannya sebagai ikon baru Kota Pekanbaru di tepian Sungai Siak. Pada tahun 2015 Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Riau Direktorat Jenderal Cipta Karya, bekerjasama dengan Pemerintah Kota Pekanbaru melakukan kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional Sejarah Melayu Kota Pekanbaru berupa Ruang Terbuka Publik yang dikenal oleh masyarakat dengan sebutan Taman Tuan Qadhi.

Pada Desember 2017 PT. Bank Rakyat lndonesia (Persero) Tbk. memberikan bantuan melalui Program CSR dengan melakukan pembenahan dengan pembangunan sarana penunjang di kawasan Taman Tuan Qadhi dengan mengusung tema “Teras BRI Nusantara". Ke depan, penataan akan terus dilakukan untuk menjadikan kawasan tepian Sungai Siak menjadi "Kawasan Waterfont City" dengan nilai-nilai sejarah dan budaya Melayu sebagai tema pada area ini.

Kita membahas tentang bangunan rumah singgah tuan Qadi ini. Model bangunan rumah masih seperti aslinya dengan sentuhan warna krem, kuning keemasan, dan biru. Rumah panggung ini terbuat dari kayu, atapnya menggunakan asbes. Pondasinya terbuat dari tiang seperti ini karena antisipasi pasangnya air sungai.

Sebelum memasuki rumah, terdapat sebuah bak berisi air. Siapa pun tamu yang masuk bisa membersihkan kaki di tempat tersebut. Memasuki rumah panggung ini, Anda akan sedikit menaiki anak tangga. Setelah masuk, akan ada ruangan besar sebagai tempat berkumpul. Beberapa foto lama pun dipajang di sana. Mulai dari bagaimana hiruk pikuk kegiatan masyarakat di Sungai Siak, hingga penyebrangan sebelum adanya Jembatan Siak.

Pada lantai yang terbuat dari kayu pula, terdapat beberapa dulang. Dulang ini merupakan wadah makanan yang disajikan untuk para tamu yang datang. Nantinya makanan tersebut bisa dinikmati bersama-sama. Kayu-kayu yang ada di sini (bangunan rumah) masih asli. Hanya (kayu pada) lantai yang di restorasi sebagian, tetapi diganti kayu yang hampir sama, jenisnya meranti merah.

Terdapat juga beberapa permainan tradisional seperti gansing yang biasa dimainkan dalam perayaan agama. Gasing ini terbuat dari kayu, dengan tali dari bahan ijuk atau goni. Gangsing yang ada di Rumah Singgah Sultan Siak di Kampung Bandar, Kecamatan Senapelan, Kota Pekanbaru, Riau. Kemudian terdapat pula centong yang terbuat dari batok kelapa. Biasanya digunakan untuk memasak, atau pun digunakan untuk mengambil makanan berkuah. Ada pula alat musik kompang, terbuat dari kayu dan kulit sapi.

terimakasih sudah berkunjung di blog ini, serta yang ingin melihat video tentang rumah singgah tuan Qadi silahkan di klik https://youtu.be/04p9QgQP-K0
dan jangan lupa kasih like dan subscribenya

Bagi yang ingin request tentang sejarah-sejarah yang ada di Pekanbaru, silahkan tuliskan dikolom komentar
TERIMAKASIH


Minggu, 23 September 2018

monumen pahlawan kerja bukti sejarah pembangunan rel kereta api di riau

Monumen Pahlawan Kerja
Bukti Sejarah Pembangunan Rel Kereta Api di Riau



Sekarang ini, penulis akan membahas tentang sejarah Monumen kereta api dan makam pahlawan kerja yang berada di pekanbaru riau. Mungkin masih banyak yang tidak tahu tentang adanya sejarah besar jejak pembangunan rel kereta api di pekanbaru riau bukti sejarah bahwa penjajahan jepang yang pernah melakukan romusha terhadap pemuda Indonesia. 

Monumen kereta api dan makam pahlawan kerja merupakan saksi sejarah pekerja romusha, dalam pembangunan rel kereta api dari Sijunjung - Pekanbaru yang berjarak 220 Km yang dibangun pada masa Perang Dunia II oleh Tentara Pendudukan Jepang. 

Jalur rel kereta api yang memanjang dari Sijunjung ke Pekanbaru banyak sekali merenggut nyawa dalam pembangunan proyeknya, namun kini nyaris tak terbekas. Hanya menyisakan cerita sejarah yang mengharukan.

Pada masa pembangunan rel kereta api yang dimulai dari tahun 1943 di pimpin oleh Jepang (Hippo), romusha mengalami penyiksaan yang amat pedih. Para romusha membangun fasilitas badan jalan rel di Pekanbaru, pada tahun 1944 para tawanan perang mulai berdatangan. Tetapi sebagian dari romusha dan tawanan tidak pernah sampai ke Pekanbaru dikarenakan banyaknya yang terbunuh ketika kapal yang mereka tumpangi tenggelam terkena torpedo dari sekutu. 

Akhirnya pada tanggal 1 Agustus 1945 kaisar Hiro Hito dengan resmi menyatakan Jepang menyerah tanpa syarat setelah tragedi Hiroshima dan Nagasaki. Maka tercatatlah sejarah pembangunan rel kereta api terpendek tapi menelan ratusan ribu korban. Akhirnya pada bulan 15 Agustus 1945 jalan rel ini telah selesai bersamaa dengan penyerahan Jepang kepada sekutu. Jalan rel kereta api ini tidak pernah dilakukan untuk tujuan awal dibangunnya, yaitu membawa batu bara dari sawah lunto ke pekanbaru. 

Kereta api yang melalui jalan rel ini hanyalah kereta api yang mengangkut tawanan perang yang sudah dibebaskan. Setelah beberapa waktu kemudian, tidak lama jalan rel kereta api ini ditinggalkan begitu saja. Para romusha dan tawanan perang yang telah mengorbankan nyawanya untuk pembangunan proyek jalan rel ini mati sia-sia. 

Tapi sayangnya, apa yang telah dibangun oleh pemuda indonesia ini dengan peluh, darah hingga nyawa, kini hanya tinggal sebuah kenangan saja yang berupa beberapa rel, lokomotif dan gerbong didalam hutan dan kebun warga. Hal itu dikarenakan pembangunan jalan rel ini dibangun secara asal-asalan oleh tentara jepang dan romusha dikarenakan mereka tidak mengerti bagaimana cara membangun jalan rel yang baik.

Pada tahun 1978 gubernur Riau bapak R. Soebrantas membuat monumen "peringatan pahlawan kerja" sebagai bentuk penghormatan kepada korban pembangunan rel kereta api. 

Dibuatnya monumen ini adalah bentuk rasa hormat terhadap pahlawan-pahlawan yang sudah berjuang  dan bentuk peninggalan sejarah bahwa di pekanbaru riau terdapat jalur rel kereta api serta lokomotifnya. Didalam monumen tersebut terdapat sebuah lokomotif hitam dengan kode C3322 dengan panjang sekitar 10 meter. Serta tepat dibawah lokomotif terdapat kuburan para pahlawan dan romusha yang menjadi pekerja dalam pembangunan rel kereta api ini.

Untuk menghormati para pahlawan-pahlawan yang berjuang yang gugur dalam perang, akhirnya dibuatlah monumen yang diberi nama "pahlawan kerja" Diresmikan pada tahun 1978 oleh gubernur riau saat itu, HR Soebrantas.

PAHLAWAN KERJA
Wahai Kusuma bangsa anda diboyong Jepang penguasa 
Bekerja bekerja bekerja
Nasibmu dihina para
Jasad mu tak kulit terurai tulang
Disini  anda rehat bersama
Tanpa tahu keluarga
Tak ada nama dan upacara
Namun jasamu dikenang bangsa
Anda lah pahlawan kerja
Ya Allah keharibaanmu kami persembahkan mereka ampunilah
Rahmadtilah mereka
TULISAN DI MONUMEN PAHLAWAN KERJA

Monumen Pahlawan Kerja ini berlokasi di Jln Kaharuddin Nasution, Simpang Tiga, Kecamatan Bukitraya, Pekanbaru. Dengan waktu tempuh sekitar sepuluh menit dari Bandara Internasional Sultan Syarif Kasim II.

Bagi mereka yang pecinta petualangan, ini bisa menjadi wisata yang menarik, menelusuri jejak sejarah peninggalan masa lalu yang nyaris tidak terbekas ini. Dan tidak kalah menarik lagi bagi anda yang ingin mengabadikan foto dengan latar belakang lokomotif sehingga dapat memberi hasil seperti berada pada zaman tempo dulu.





Minggu, 09 September 2018

Sejarah Masjid Raya Pekanbaru


Sejarah Masjid Raya Pekanbaru


Bermula pada saat Sultan Alamudin yang bergelar Sultan Abdul Jalil Alamuddinsyah penguasa kerajaan Siak Sri Indrapura memindahkan pusat kerajaannya dari mempura besar (kini dikenal sebagai Siak) ke Bukit Senapelan. Ini merupakan ketentuan adat dari raja melayu masa lalu, setiap kali terjadinya perpindahan pusat kerajaan, maka harus disertai dengan pembangunan istana, balai kerapan dan masjid.
Pada zaman penjajahan Belanda dan masa pemimpin Districh hoop Wan Entol bersamaan semasa Sultan Syarif Kasim II Berkuasa sudah berdiri sebuah masjid disebelah timur makam Sultan Alamuddinsyah (Sultan Siak ke IV) dan Sultan Muhammad Ali (Sultan Siak ke V) masjid tersebut berbentuk panggung dan Migrab mempunyai pondasi dari bata yang di semen, tinggi dari permukaan tanah kurang lebih 80 CM , Lantai dan Dinding tersebut dari papan, dan atapnya dari daun, ukuran masjid 9 × 20 M ditambah selasar Utara dan satu pintu Utama sebelah timur pintu terletak bahagian tengah, untuk menaiki masjid tersebut dibuat tangga dari tanah yang dibentuk. Pintu utama dibuat untuk memasuki masjid, sedangkan pintu bahagian Utara digunakan untuk jamaah untuk pergi mengambil wudhu, karena sewaktu itu ada sumur yang terletak di luar dekat pintu bahagian Utara tersebut, masjid tersebut dibuat oleh masyarakat tempatan, masjid ini diperkirakan dibangun semasa Datuk Syah Bandar Abdul Jalil tahun 1901. 

Masjid ini juga selalu disinggahi para pedagang, Masyarakat dan Sultan Siak sewaktu melakukan kunjungan ke Pekanbaru untuk melakukan ibadah, serta Ziarah kemakam leluhur Kesultanan Siak, karena memang dikala itu masjid ini merupakan satu satunya Masjid yang berada di Pekanbaru, masyarakat kala itu hanya menyebutnya "Masjid" tanpa ada nama lain.Sesuai dengan perkembangan zaman maka atap masjid yang dibuat dari daun diganti dengan atap genteng yang terbuat dari tanah liat, namun pada tahun 1940 an masjid tersebut di bongkar karena pembangunan masjid pengganti sudah rampung dilaksanakan, namun demikian bekas pembongkaran masjid ini masih menyisakan pondasi Migrab.Sesuai dengan peradaban dan makin ramainya masyarakat maka dibutuhkan masjid yang lebih besar disamping lama mengalami pelapukan dan rusak maka digagaslah untuk membangun masjid yang lebih besar, namun kondisi alam dan lahan masjid yang sangat kecil, dimana Masjid ini pun di kelilingi oleh kuburan yang jelas tidak memungkinkan untuk melakukan perluasan masjid.Bersamaan dengan itu ada masyarakat yang menghibahkan tanah disebelah selatan masjid makam lebih kurang 40 langkah dari masjid yang lama maka disepakati untuk membangun masjid yang baru dan terbuat dari beton (permanen).Pada tahun 1923 warga Pekanbaru yang bernama H. Muhammad Beserta istrinya Hj. Sakdiah mewakafkan sebidang tanah kosong yang kala itu hanya ditumbuhi beberapa pohon dan semak, untuk kepentingan pembangunan masjid tersebut.

Pada tahun 1927 dibentuk panitia pembangunan masjid yang di panitiai oleh : H. Sulaiman India sebagai ketua pembangunan sekaligus keuangan, sekretaris guru Mahmud dan Guru Hasan, dibantu oleh M. Zein, Abdul Salam, Muhammad Djamal, Said Zein, Ibrahim, dll.
Pada hari selasa tanggal 31 Juli 1928M / 14 safar 1347 Hj, H. Sulaiman membuat gambar sketsa dan anggaran biaya pembangunan masjid, sejak itu mulailah panitia bekerja diawali dengan penggalian sumur untuk pembangunan masjid yang lokasinya didekat masjid dan setelah itu dipergunakan untuk keperluan berwudu. Sumur ini murni sumbangan H.Sulaiman dan sampai sekarang sumur ini masih dimanfaatkan oleh jamaah dan masyarakat, sedangkan salah satu petugas pembangunan sumur ini adalah Mak Anis asal dari Bukit Tinggi yang masih sempat memberikan kesaksian sebelum beliau meninggal, dikarenakan perluasan, maka sumur tua ini sekarang berada dalam salah satu ruangan didalam masjid.

Pada tahun 1940 dibuatlah pintu gerbang masuk halaman masjid. Digerbang ini juga ditulis nama masjid dan tahun pembuatan gerbang. Digerbang masjid ini tertulis nama Masjid Raya Pekanbaru dengan tulisan arab melayu, sedangkan tahun pembuatan gerbang terbuat dari huruf latin dengan tulisan 1940.

Pada tahun 1973 diadakan pembangunan tambahan terdiri dari
1.      Selasar kiri dan kanan ditambah lebarnya sebesar 4,3M
2.      Selasar bagian timur ditambah lebarnya sebesar 4,3M dan dibangun enterance pada bagian tengah sedangkan pada pojok kiri dan kanan dibangun tangga naik
3.      Bagian depan ( Sisi Barat) diperbesar 4,3M dan migrab dibuat berbentuk setengah lingkaran
Dalam kondisi ini masjid menjadi beberapa bahagian yaitu ruangan utama, migrab, selasar kecil pada kiri, kanan dan depan selasar besar bahagian kiri,kanan dan depan, penghubung antara selasar dan ruang utama terdapat 5 pintu dan 6 jendela dari kaca, sedangkan yang memisahkan selasar besar dan kecil adalah ornamen dinding berbentuk batu berlobang setinggi lebih kurang 80Cm.

Pada tahun 1984 dimasa pengurusan Wan Muchtar Hasan, masjid mengalami perombakan total dan hanya meninggalkan dinding selasar besar. Sedangkan dinding selasar kecil dipasang pintu dan jendela menjadi dinding ruangan utama. Dinding ini dilengkapi dengan 4 pintu dan beberapa jendela, atap dan kubah juga di bongkar total namun tiang 6 dan bekas migrab masih utuh. Dana dibantu oleh pemerintah Republik Indonesia sebesar 25.000.000 melalui bantuan presiden.

Pada tahun 1994 lantai masjid yang terbuat dari ubin ukuran 20x20 berwarna merah maron diganti dengan mar mar berwarna putih keabu-abuan dari tulung agung berukuran 30x30cm.
Pada tahun 1999 dibangun cungkup pelindung sumur tua. Dana dibantu oleh pemprov Riau. Pada tahun 2002 bagian barat, sisi kiri dan kanan migrab dibuat ruangan imam dan bilal dan juga dibangun tempat wudu, wc pada lantai bawah dan kantor dibagian atas. Pada sisi bagian selatan masjid setelah melakukan pembebasan lahan dari Ibu Ros Ex rumah Hj. Ngatino.

Pada tahun 2004 dibangun pendopo atau balai-balai tepatnya pada bagian selatan masjid antara masjid dan tempat wudu. Pada tahun 2009 dilaksanakan peletakan batu pertama proses revitalisasi masjid raya oleh Gubernur Riau yang diwakili oleh H. Bambang Mit, dan sampai proses sekarang.




Peninggalan masjid lama sampai sekarang masih dipertahankan berupa 6 buah tiang yang masih berdiri kokoh didalam masjid. Selasar kecil masih ada yang ditandai dengan 9 buah tiang yang berlengkung didalam ruangan masjid. Pondasi lama masih utuh dan terawat yang berada dibawah lantai masjid ditandai dengan lantai mar mar berwarna hijau.






  

pasar pujasera yang tak terawat lagi

Kondisi Pasar Pujasera (Pusat Jajanan Serba Ada) di Jalan Arifin Achmad sangat memprihatinkan. Pujasera yang pernah di kelola Pemko Pekan...