Sejarah Masjid Raya Pekanbaru
Bermula pada saat Sultan Alamudin yang bergelar
Sultan Abdul Jalil Alamuddinsyah penguasa kerajaan Siak Sri Indrapura
memindahkan pusat kerajaannya dari mempura besar (kini dikenal sebagai Siak) ke
Bukit Senapelan. Ini merupakan ketentuan adat dari raja melayu masa lalu,
setiap kali terjadinya perpindahan pusat kerajaan, maka harus disertai dengan
pembangunan istana, balai kerapan dan masjid.
Pada zaman penjajahan Belanda dan masa pemimpin Districh hoop
Wan Entol bersamaan semasa Sultan Syarif Kasim II Berkuasa sudah berdiri sebuah
masjid disebelah timur makam Sultan Alamuddinsyah (Sultan Siak ke IV) dan
Sultan Muhammad Ali (Sultan Siak ke V) masjid tersebut berbentuk panggung dan
Migrab mempunyai pondasi dari bata yang di semen, tinggi dari permukaan tanah
kurang lebih 80 CM , Lantai dan Dinding tersebut dari papan, dan atapnya dari
daun, ukuran masjid 9 × 20 M ditambah selasar Utara dan satu pintu Utama
sebelah timur pintu terletak bahagian tengah, untuk menaiki masjid tersebut
dibuat tangga dari tanah yang dibentuk. Pintu utama dibuat untuk memasuki
masjid, sedangkan pintu bahagian Utara digunakan untuk jamaah untuk pergi
mengambil wudhu, karena sewaktu itu ada sumur yang terletak di luar dekat pintu
bahagian Utara tersebut, masjid tersebut dibuat oleh masyarakat tempatan,
masjid ini diperkirakan dibangun semasa Datuk Syah Bandar Abdul Jalil tahun
1901.
Masjid ini juga selalu disinggahi para pedagang, Masyarakat
dan Sultan Siak sewaktu melakukan kunjungan ke Pekanbaru untuk melakukan
ibadah, serta Ziarah kemakam leluhur Kesultanan Siak, karena memang dikala itu
masjid ini merupakan satu satunya Masjid yang berada di Pekanbaru, masyarakat
kala itu hanya menyebutnya "Masjid" tanpa ada nama lain.Sesuai dengan
perkembangan zaman maka atap masjid yang dibuat dari daun diganti dengan atap
genteng yang terbuat dari tanah liat, namun pada tahun 1940 an masjid tersebut
di bongkar karena pembangunan masjid pengganti sudah rampung dilaksanakan,
namun demikian bekas pembongkaran masjid ini masih menyisakan pondasi
Migrab.Sesuai dengan peradaban dan makin ramainya masyarakat maka dibutuhkan
masjid yang lebih besar disamping lama mengalami pelapukan dan rusak maka
digagaslah untuk membangun masjid yang lebih besar, namun kondisi alam dan
lahan masjid yang sangat kecil, dimana Masjid ini pun di kelilingi oleh kuburan
yang jelas tidak memungkinkan untuk melakukan perluasan masjid.Bersamaan dengan
itu ada masyarakat yang menghibahkan tanah disebelah selatan masjid makam lebih
kurang 40 langkah dari masjid yang lama maka disepakati untuk membangun masjid
yang baru dan terbuat dari beton (permanen).Pada tahun 1923 warga Pekanbaru
yang bernama H. Muhammad Beserta istrinya Hj. Sakdiah mewakafkan sebidang tanah
kosong yang kala itu hanya ditumbuhi beberapa pohon dan semak, untuk
kepentingan pembangunan masjid tersebut.
Pada tahun 1927 dibentuk panitia pembangunan masjid yang di
panitiai oleh : H. Sulaiman India sebagai ketua pembangunan sekaligus keuangan,
sekretaris guru Mahmud dan Guru Hasan, dibantu oleh M. Zein, Abdul Salam,
Muhammad Djamal, Said Zein, Ibrahim, dll.
Pada hari selasa tanggal 31 Juli 1928M / 14 safar 1347 Hj, H.
Sulaiman membuat gambar sketsa dan anggaran biaya pembangunan masjid, sejak itu
mulailah panitia bekerja diawali dengan penggalian sumur untuk pembangunan
masjid yang lokasinya didekat masjid dan setelah itu dipergunakan untuk
keperluan berwudu. Sumur ini murni sumbangan H.Sulaiman dan sampai sekarang
sumur ini masih dimanfaatkan oleh jamaah dan masyarakat, sedangkan salah satu
petugas pembangunan sumur ini adalah Mak Anis asal dari Bukit Tinggi yang masih
sempat memberikan kesaksian sebelum beliau meninggal, dikarenakan perluasan,
maka sumur tua ini sekarang berada dalam salah satu ruangan didalam masjid.
Pada tahun 1940 dibuatlah pintu gerbang masuk halaman masjid.
Digerbang ini juga ditulis nama masjid dan tahun pembuatan gerbang. Digerbang
masjid ini tertulis nama Masjid Raya Pekanbaru dengan tulisan arab melayu,
sedangkan tahun pembuatan gerbang terbuat dari huruf latin dengan tulisan 1940.
Pada tahun 1973
diadakan pembangunan tambahan terdiri dari
1.
Selasar
kiri dan kanan ditambah lebarnya sebesar 4,3M
2.
Selasar
bagian timur ditambah lebarnya sebesar 4,3M dan dibangun enterance pada bagian
tengah sedangkan pada pojok kiri dan kanan dibangun tangga naik
3.
Bagian
depan ( Sisi Barat) diperbesar 4,3M dan migrab dibuat berbentuk setengah
lingkaran
Dalam kondisi ini masjid menjadi beberapa bahagian yaitu ruangan
utama, migrab, selasar kecil pada kiri, kanan dan depan selasar besar bahagian
kiri,kanan dan depan, penghubung antara selasar dan ruang utama terdapat 5
pintu dan 6 jendela dari kaca, sedangkan yang memisahkan selasar besar dan
kecil adalah ornamen dinding berbentuk batu berlobang setinggi lebih kurang
80Cm.
Pada tahun 1984 dimasa pengurusan Wan Muchtar Hasan, masjid
mengalami perombakan total dan hanya meninggalkan dinding selasar besar.
Sedangkan dinding selasar kecil dipasang pintu dan jendela menjadi dinding
ruangan utama. Dinding ini dilengkapi dengan 4 pintu dan beberapa jendela, atap
dan kubah juga di bongkar total namun tiang 6 dan bekas migrab masih utuh. Dana
dibantu oleh pemerintah Republik Indonesia sebesar 25.000.000 melalui bantuan presiden.
Pada tahun 1994 lantai masjid yang terbuat dari ubin ukuran
20x20 berwarna merah maron diganti dengan mar mar berwarna putih keabu-abuan
dari tulung agung berukuran 30x30cm.
Pada tahun 1999 dibangun cungkup pelindung
sumur tua. Dana dibantu oleh pemprov Riau. Pada tahun 2002 bagian barat, sisi
kiri dan kanan migrab dibuat ruangan imam dan bilal dan juga dibangun tempat
wudu, wc pada lantai bawah dan kantor dibagian atas. Pada sisi bagian selatan
masjid setelah melakukan pembebasan lahan dari Ibu Ros Ex rumah Hj. Ngatino.
Pada tahun 2004 dibangun pendopo atau balai-balai tepatnya
pada bagian selatan masjid antara masjid dan tempat wudu. Pada tahun 2009
dilaksanakan peletakan batu pertama proses revitalisasi masjid raya oleh
Gubernur Riau yang diwakili oleh H. Bambang Mit, dan sampai proses sekarang.
Peninggalan masjid lama sampai sekarang masih dipertahankan
berupa 6 buah tiang yang masih berdiri kokoh didalam masjid. Selasar kecil
masih ada yang ditandai dengan 9 buah tiang yang berlengkung didalam ruangan
masjid. Pondasi lama masih utuh dan terawat yang berada dibawah lantai masjid
ditandai dengan lantai mar mar berwarna hijau.




Tidak ada komentar:
Posting Komentar